Tradisi Fenomenologi
Tradisi Fenomenologi
Tradisi fenomenologi merupakan salah satu dari tradisi
komunikasi yang untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh seorang filsuf asal
Jerman bernama Johann Heinrich Lambert
(1728 - 1777). Ia memperkenalkan istilah fenomenologi dalam bahasa Jerman yaitu phanomenologia. Richard L. Lanigan dalam tulisannya
berjudul The Phenomenology of Human Communication as a Rhetorical Ethic (1977 :
5) menyatakan bahwa fenomenologi sebagai pergerakan dalam sejarah filsafat
meletakkan tujuan dan arah dalam teori dan praksis yang disebut dengan
pengalaman sadar misalnya hubungan antara manusia dan tempat ia hidup. Lebih
lanjut ia menjelaskan bahwa fenomenologi sebagai sebuah teori menekankan
dirinya dengan alam dan fungsi kesadaran. Dikutip dari Wikipedia, “Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang
filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena.” Fenomenologi
memandang bahwa komunikasi sebagai suatu proses berbagi pengalaman antara satu
individu dengan individu lain dengan berdialog. Tradisi fenomenologi berfokus
kepada pengalaman pribadi dan kegunaan dari tradisi ini adalah untuk mengeksplorasi
pengalaman – pengalaman manusia. Di dalam tradisi fenomenologi, kedudukan yang
tinggi adalah hubungan yang baik antara individu dengan individu lain
Menurut Stanley Deetz (dalam littlejohn, 1999:200), adanya tiga prinsip dasar dalam fenomenologi, yaitu, yang pertama adalah Pengetahuan adalah kesadaran. Pengetahuan tidak disimpulkan dari pengalaman tetapi ditemukan secara langsung dari pengalaman yang disadari “conscious experience”. Yang kedua adalah Makna dari sesuatu tergantung dari apa kegunaan sesuatu tersebut dalam kehidupan individu. Dengan kata lain, bagaimana hubungan kita dengan sesuatu ditentukan oleh apa makna sesuatu tersebut dalam kehidupan kita. Dan yang terakhir yaitu Bahasa adalah sarana makna. Kita mengalami dan memaknai dunia sosial kita melalui bahasa yang kita gunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia sosial tersebut.
Terdapat 4 tahapan dalam rangka pelaksanaan penelitian menggunakan metode fenomenologi yaitu : Pertama adalah Epoche. Epoche Yaitu tahapan dimana jika seserang ingin meneliti, maka ia mesti melepaskan dirinya dari berbagai dugaan di awal penelitiannya. Itu artinya si peneliti tersebut tidak boleh melibatkan pengalaman pribadinya di dalam penelitiannya . Tahapan yang kedua disebut dengan Reduksi Fenomenologi. Dalam tahapan Reduksi Fenomenologi, dengan membandingkan persepsi, maka si peneliti tersebut dapat menemukan inti dari penelitian yang ia lakukan. Tahapan ketiga yatu Variasi Imajinasi. Didalam tahapan Variasi Imajinasi, si peneliti mulai menggali berbagai tema pokok dan dimana berbagai fenomena mulai bermunculan secara sistematis. Dan tahapan yang terakhir yaitu disebut sebagai Sintesis Makna Dan Esensi. Tahapan Sintesis Makna Dan Esensi Ini merupakan tahapan terakhir . Dalam tahapan Sintesis makna dan esensi, tergambarnya kondisi fenomena yang dialami objek penelitian secara keseluruhan.
Menurut Mark P. Orbe melalui Encyclopedia of Communication
Theory (2009 : 751-752), Di dalam fenomenologi, terdapat 5
asumsi dasar, yaitu :
Pertama yaitu Penolakan terhadap gagasan bahwa para peneliti
dapat bersikap objektif.
Kedua yaitu Pemahaman yang mendalam terhadap sifat dan arti
dari hidup terletak pada analisis praktik kehidupan yang dilakukan oleh manusia
dalam kesehariannya.
Ketiga Yaitu Eksplorasi manusia yang bertentangan dengan
individu merupakan hal sangat penting dalam fenomenologi.
Ke empat yaitu Bagaimana
manusia dikondisikan dalam sebuah proses penelitian.
Dan yang terakhir yaitu Fenomenologi adalah sebuah
metodologi yang berorientasi pada penemuan yang secara spesifik tidak
menentukan sebelumnya apa yang akan menjadi temuannya.
Terdapat beberapa varian
dari fenomenologi yaitu :
Fenomenologi eksistensial (existential phenomenology)
Fenomenologi
yang menitikberatkan pada eksistensi dari manusia serta berbagai
pengalaman-pengalaman manusia yang mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihan
maupun tindakan dalam suatu situasi
tertentu.
Fenomenologi historis generatif (generative historicist phenomenology)
Bagaimana memaknai segala sesuatu yang kita temukan dalam sebuah
pengalaman yang kemudian pengalaman tersebut digeneralisasikan ke dalam proses
historis yang merupakan kumpulan pengalaman kita sepanjang waktu.
Fenomenologi genetik (genetic phenomenology)
Mempelajari asal muasal makna dari berbagai hal yang berasal dari pengalaman sendiri
Mempelajari asal muasal makna dari berbagai hal yang berasal dari pengalaman sendiri
Fenomenologi hermeneutik (hermeneutical phenomenology)
Mempelajari struktur intepretatif
dari sebuah pengalaman, serta bagaimana cara kita dalam memahami, sekaigus mengikutsertakan
diri kita ke berbagai hal di sekitar kita ke dalam dunia manusia.
Fenomenologi konstitutif naturalistik (naturalistic
constitutive phenomenology)
Mempelajari
tentang bagaimana kesadaran dapat mengambil berbagai hal di dalam
dunia alam dengan berasumsi bahwa bagian dari alam adalah sikap alami
kesadaran.
Fenomenologi realistik (realistic phenomenology)
Lebih
berfokus kepada pencarian dari esensi universal di berbagai hal yang salah
satunya termasuk tindakan manusia, motif, dan diri sendiri.
Fenomenologi konstitutif transendental (transcendental
constitutive phenomenology)
Mempelajari
tentang bagaimana suatu objek dapat dikonstitusikan
ke dalam kesadaran transcendental
NAMA : WENY AYU PUJI HARDIYANTI
NIM : E1101161032
PRODI : ILMU KOMUNIKASI
NIM : E1101161032
PRODI : ILMU KOMUNIKASI
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Fenomenologi
Komentar
Posting Komentar